Friday, April 28, 2006

Tasawuf Ternyata Tidak Menakutkan

TASAWUF TERNYATA TIDAK MENAKUTKAN

"Pernah belajar tasawuf ?"
"Ah, boro-boro belajar tasawuf, untuk sholat khusuk saja susahnya minta ampun"
"Awas, hati-hati lho belajar tasawuf, katanya kalau tidak kuat bisa menjadi gila !"
Itulah sekelumit pandangan orang awam tentang tasawuf. Apakah tasawuf memang seperti itu ? Dalam buku berjudul "Berguru Kepada Allah" ini Abu Sangkan, si penulis, bertutur tentang kejenuhannya saat menekuni dunia tasawuf akhlakiyah di sebuah pesantren yang menekankan nilai-nilai ajaran tasawuf dari Imam Al Ghazali. Terasa sekali betapa berat untuk melaksanakan ajaran Islam secara total, secara kaafah. Sudah berusaha dengan sungguh-sungguh menjaga pandangan dari perbuatan maksiyat, melaksanakan secara disiplin sholat-sholat sunat dengan diiringi puasa Daud dan mendawamkan wudlu. sampai-sampai dikala kebanyakan orang tidur lelap masih melaksanakan sholat tahajud.

Tetapi rasa jenuh dan bingung masih tetap menyelimuti pikiran. Terasa masih selalu jauh dari kaafah. Apakah memang seberat itu untuk dekat dengan Allah ? Kenapa perasaan benci atau marah begitu mudahnya menyelinap muncul begitu saja, sedangkan untuk berbuat kebaikan dan ikhlas membutuhkan upaya dan tenaga yang luar biasa besar. Kenapa kebaikan begitu berat sedangkan keburukan begitu ringan ? Kunci jawabannya ternyata begitu sederhana. Biang keladinya adalah kita sendiri yang tidak tahu diri. Kita rajin sholat sunat, puasa, lantas merasa lebih bersih dibanding orang lain. Kesombongan kita dihadapan Allah sesungguhnya yang menjadi hijab atau penghalang kedekatan dengan sang khalik. Jika ibadah dan perbuatan baik begitu berat, sedangkan angkara murka dan keburukan begitu ringan dan hadir begitu saja tanpa kita upayakan, saatnya bagi kita untuk sadar, sesungguhnya manusia itu lemah, tempat salah, dan bukan apa-apa tanpa pertolongan Allah. Jadi kenapa tidak kita sandarkan saja semuanya kepada-Nya ?

Dalam buku ini, kita diajak bersama-sama berguru langsung kepada Allah. Kita diajak membedah jiwa dan hakekat manusia secara utuh dan apa adanya dengan bahasa yang sederhana sehingga relatif mudah dicerna. Kita diajak memahami esensi sholat yang merupakan perjalanan rohani menuju tuhan. Bagaimana sholat kita bisa menjadi khusuk. Ternyata khusuk bukan sesuatu yang bisa diusahakan secara syariat. Khusuk adalah buah dari berserah diri kepada Allah.

Untuk mengambil manfaat maksimal dari buku ini, sebaiknya kita lepasken sementara persepsi-persepsi yang telah membentuk pola pikir kita mengenai tasawuf, akidah dan syariat yang sempit. Karena ada beberapa bab yang cukup sensitif dan membutuhkan kejernihan hati untuk memahaminya. misalnya bab tentang Mansyur Al Halaj, meditasi transendental, termasuk juga tinjauan ilmiah mengenai tradisi-tradisi meditasi yang terdapat dalam agama-agama diluar Islam.(Andana)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home