Thursday, November 16, 2006

[Parenting] Buku Untuk Batita

Tiara (17 bulan) tampaknya lagi getol-getolnya bereksplorasi dengan lingkungan, termasuk dengan benda apa saja yang dilihat. Apapun yang saya atau bundanya pegang, selalu menarik perhatiannya. Setiap kali melihat saya atau bundanya pegang buku atau majalah, pasti akan diminta. Dengan asyiknya dia coba membuka lembar demi lembar buku atau majalah tersebut sambil dari mulutnya keluar suara suara hooo .... ini ..... kak .... (maksudnya dibuka). Nah bukankah ini kesempatan untuk mengenalkan dia dengan buku ? Siapa tahu kelak dia akan jadi gemar membaca.

Setiap kali kami ajak ke toko buku, sudah pasti, air mukanya akan kelihatan ceria mencoba menyusuri lorong-lorong toko yang penuh dengan buku-buku. Begitu tertarik dengan sebuah buku, dia akan berhenti, mencoba mengamati dan membuka-buka buku tersebut.

Memilih buku untuk anak pra sekolah apalagi yang masih batita (bawah tiga tahun) ternyata tidak mudah. Coba kita cermati di rak-rak toko buku, disitu memang disebutkan buku-buku untuk pra sekolah, tapi hampir semua isinya adalah buku belajar membaca, belajar berhitung, dan mewarnai (yang ini masih mendingan). Apakah tidak terlalu dini untuk mengajari anak-anak kita membaca dan berhitung untuk usia pra sekolah ?

Yang jadi tanda tanya kami : adakah buku-buku yang pas untuk anak sekecil Tiara Lantas kami mencoba mencari di toko buku dengan kriteria pencarian sebagai berikut :
1. Berupa buku cerita
2. Lebih banyak memuat gambar-gambar dengan sesedikit mungkin tulisan. Gambar yang ada juga harus sesederhana mungkin, dengan tujuan si anak mudah mencerna.
3. Syukur-syukur buku tersebut bisa interaktif sehingga mampu membangkitkan imajinasi si anak.

Akhirnya kami menemukan beberapa buku yang pas untuk pengenalan ke anak usia di bawah 3 tahun. Semua buku yang berhasil kami temukan adalah buku dari luar negeri dan ada juga yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kok nggak ada ya buku dari penulis Indonesia sendiri ?

Berikut adalah deskripsi singkat 2 buah buku yang saya rasa cukup bagus dan pas. Yang pertama adalah serial Koguma karya Wakayama Ken dan yang kedua adalah Spot's First Walk karya Eric Hill.

Serial Koguma
Serial Koguma ini sangat menarik. Wakayama Ken adalah seorang dari sangat sedikit penulis buku bergambar untuk anak-anak dengan gaya melukisnya yang puitis. Ilustrasi yang dia buat sangat sederhana namun indah dan imajinatif. Di setiap akhir halaman selalu diberi narasi bagaimana cara kita memanfaatkan buku ini sebagai alat bermain yang imajinatif buat anak-anak.

Berikut ini adalah salah satu bukunya yang berjudul Koguma Main Balon yang sudah diterjemahkan oleh penerbit Periplus.


Serial Koguma (Wakayama Ken)

Spot's First Walk
Saya tidak tahu apakah buku yang ditulis Erick Hill ini serial atau bukan. Karena hanya ketemu satu ini saja di Gramedia. Kisahnya tentang Spot si anjing kecil yang mencoba bereksplorasi pada lingkungan sekitar dengan berjalan-jalan sendirian. Buku ini adalah favorit-nya anak kami Tiara. Bahkan kadang-kadang bisa dipakai untuk menghentikan tangisan dia. Kalau sudah bermain dengan buku ini, seakan lupa kalau lagi menangis, karena fokus dan imajinasinya beralih ke petualangan Spot si anjing kecil. Buku ini cukup interaktif, ada bagian-bagian tertentu dari gambar seperti misalnya pintu yang bisa dibuka, atau semak-semak yang bisa dikuak. Sebagai contohnya : waktu si Spot menemukan kolam, disitu ada daun yang mengambang di atas air kolam dan daun tersebut bisa dibuka. Tiara selalu bersemangat untuk membukanya sendiri, begitu daun terbuka, dia akan berteriak ... ikaaaaan ....


Si Spot di kolam (lihat daun di kolam tsb bisa dibuka...)


Si Spot menemukan ikan dibalik daun.


Ada juga buku-buku lain yang berformat popup yang memang lebih menarik bagi anak-anak karena rata-rata gambarnya sederhana dan jika halamannya dibuka gambarnya akan menonjol keluar.

Andana, Smg-14/11/06
Blog : andana.blogspot.com
Web : www.Seribusatu.Com, Direktori Indonesia terUpdate

Wednesday, November 08, 2006

[Parenting] Eyang Dokter

Banyak anak-anak yang takut, bahkan tauma dengan dokter. Mungkin itu karena ketidaktahuan orang tua yang terkadang menakut-nakuti anak dengan suntik. Atau juga karena penampilan dan gaya bicara dokter yang sering nggak enak dilihat dan didengar (terutama oleh anak-anak) sehingga bisa menimbulkan trauma yang bisa terbawa hingga dewasa.

"Ayo, kalau nggak mau makan, entar disuntik dokter lho!"
Begitu kadang-kadang orang tua tanpa sadar menanam konsep yang salah tentang dokter kepada anak.

Contohnya nggak jauh-jauh, saya sendiri barangkali termasuk yang mengidap sindrom takut dokter. Walaupun secara fisik sering ke dokter dan perasaan tidak lagi ada rasa takut, tetapi terkadang secara psikis, ada efek yang sering muncul dan sulit dikendalikan.

Contohnya : suatu saat gigi saya goyang, dan menurut dokter gigi harus dicabut. Tetapi dokter nggak mau nyabut, karena tiba-tiba saja tekanan darah saya naik. Dengan tekanan darah yang tinggi ditambah obat bius yang menyebabkan pula kenaikan tekanan darah, bisa berbahaya.

"Coba pak kita rilek sebentar sambil ngobrol ringan supaya tekanan darah turun", kata dokter.
E... ternyata nggak mau turun juga.

"Kalau begitu besuk pagi-pagi saja pak, dalam suasana fresh sehingga tekanan darah masih normal.", Kata dokter lagi.

Keesokan hari, begitu bangun tidur, saya coba ukur tekanan darah ... normal. Cepat-cepat saya pergi ke tempat praktek dokter yang cuma butuh waktu 5 menit.
Eit ... lhadalah ... sampai disana tekanan darah membumbung naik lagi.

Acara cabut gigi gagal, tapi anehnya sesampai dirumah, tekanan darah kok ya normal kembali. Jadi akhirnya biarkan saja gigi tetap goyang sampai copot sendiri.

Mungkin itu salah satu efek trauma takut dokter yeng terbawa sejak kanak-kanak. Sekarang saya pingin anak saya nggak mengalami trauma yang sama dengan bapaknya.

Setiap kali batuk-pilek, panas, atau imunisasi, kami selalu bawa Tiara (anak kami) ke eyang dokter. Bagi kami barangkali eyang dokter ini termasuk gambaran ideal seorang dokter anak. Beliau ini sudah sangat sepuh, kabarnya sudah berusia diatas 70 tahun, makanya anak-anak suka memanggilnya dengan : eyang dokter.

Yang paling mengesankan dari eyang dokter barangkali adalah kesabarannya menjawab pertanyaan-pertanyaan kami untuk berkonsultasi seputar masalah gizi dan kesehatan anak. Ruang prakteknya didisain seperti tempat bermain, ada macam-macam boneka, mobil-mobilan dan macam-macam mainan lain. Sehingga anak-anak tidak merasa seperti di ruang prektek dokter, tetapi di area bermain.

Kami mengenal beliau karena rekomendasi seorang tetangga kami yang anaknya bila lagi kurang enak badan selalu minta ke eyang dokter. Begitu sampai di ruangan praktek eyang dokter, dia selalu naik sendiri ke tempat tidur periksa dan buka sendiri bajunya. Terkadang dia ngotot minta disuntik walau sebenarnya pengobatannya tidak mesti perlu disuntik. Ternyata ada rahasianya ... setiap kali habis nyuntik, eyang dokter selalu memberi hadiah ke pasien-pasien kecilnya, kadang berupa stiker-stiker kecil, dan kadang berupa bekas alat suntik yang telah dibersihkan dan dicopot jarumnya. Kreatif juga eyang dokter ini.

Coba dulu waktu saya kecil selalu dibawa pada dokter seperti itu, pasti dokter gigi tidak kesulitan lagi kalau mau mencabut gigi saya.

Andana, Smg-8/11/06
Blog : andana.blogspot.com
Web : www.Seribusatu.Com, Direktori Indonesia terUpdate