Tuesday, January 04, 2005

Wirausaha itu Mudah !

Peter F. Drucker, dalam Innovation and Entrepreneurship menulis bahwa, "Setiap orang yang memiliki keberanian untuk mengambil keputusan dapat belajar menjadi wirausaha, dan berperilaku seperti wirausaha". Kalau melihat pernyataan tersebut ternyata aktifitas seorang wirausahawan hanyalah mengambil keputusan, jika cuma begitu bukankah pekerjaan kita sehari-hari juga sama, mengambil keputusan. Sebagai seorang karyawan administrasi dikantor setiap hari kita selalu melakukan pengambilan keputusan, mana surat-surat yang harus ditandatangani, dan mana yang harus dikoreksi ulang. Misalnya anda sebagai seorang ibu rumah tangga, bukankan setiap hari juga harus selalu mengambil keputusan-keputusan, masak apa hari ini, menu apa saja yang terbaik untuk keluarga hari ini ?

Banyak orang mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan bakat, tetapi tidak banyak yang menyadari kalau sebenarnya bukan bakat yang cuma dimiliki oleh beberapa gelintir orang saja, tetapi bakat yang dimiliki oleh setiap orang. Tetapi kenapa saat ini tidak banyak orang yang menjadi wirausahawan ? Jawabannya sederhana, Kebanyakan dari kita tidak tahu kalau ternyata memiliki bakat wirausaha. Jika sudah tahu bahwa kita berbakat menjadi seorang wirausahawan, apa yang perlu dilakukan ? Belajar, karena bakat apapun jika tidak diasah dengan cara belajar, tidak akan pernah menghasilkan apapun yang bermanfaat.

Memang menjadi seorang wirausahawan membutuhkan semangat dan usaha keras. Menurut Poppy King, seorang wirausahawan muda dari Australia, ada tiga hal yang biasanya ditemui seorang wirausahawan yaitu : pertama hambatan, kedua kesulitan, dan yang ketiga adalah imbalan kehidupan yang memukau. Tetapi dalam kenyataannya bukan cuma wirausahawan mengalami hambatan maupun kesulitan, kita semua mengalaminya dalam kerangka profesi masing-masing. Cuma yang poin ketiga saja yang merupakan hak khusus seorang wirausahawan. Rasanya tidak adil, dua bagian nggak enak-nya semua orang mengalami, sedangkan bagian enaknya cuma wirausahawan saja yang menikmati. Untuk itu kenapa kita nggak jadi wirausahawan saja ?

Bagaimana cara belajar menjadi seorang wirausahawan ?
Pertama-tama kita harus sadari betul, bahwa jiwa wirausaha itu adalah sebuah paradigma atau sebuah pola pikir seseorang bagaimana menghadapi dan mengelola kesejahteraan kehidupan. Bukan masalah punya modal atau tidak punya modal. Bukan pula masalah fasilitas. Untuk memahami ini ada sebuah ide menarik yang di utarakan oleh Robert T. Kiyosaki dalam bukunya The Cashflow Quadrant. Di dunia ini ada dua kelompok yang dia mengilustrasikan dengan dua buah diagram. Yang pertama disebut diagram cashflow orang miskin, dan yang kedua diagram cashflow orang kaya.

Pertama : Diagram Cashflow Orang Miskin
Alur kas (cashflow) kelompok ini dimulai dari pekerjaan seseorang yang tentu saja menghasilkan pendapatan yang biasanya berupa gaji. Dari kotakpendapatan kemudian mengalir ke pengeluaran. Pengeluaran ini berupa keperluan makan, minum, tempat tinggal, transportasi, hiburan dll. Anehnya besarnya pengeluaran selalu sebanding dengan pendapatan. Jadi kalau pendapatan naik, pengeluaran juga naik. Dan kadang-kadang pengeluaran malahan lebih besar dari pendapatan, yang biasanya dilakukan dengan mengambil kredit-kredit yang bersifat konsumtif. Orang yang masuk kelompok ini bukan mesti seorang pemalas. Justru kebanyakan para pekerja keras. Orang-orang yang mengejar karir dengan berangkat pagi pulang malam untuk berusaha mencukupi semua kebutuhan keluarga. Tetapi sepertinya hasil yang diperoleh tidak pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Di kelompok ini Kiyosaki menyebut sebagai : kita yang bekerja untuk uang.

Kedua : Diagram Cashflow Orang Kaya
Orang kaya memiliki alur kas yang berbeda dengan orang miskin. Ciri alur kas kelompok ini adalah adanya siklus dari kotak aset yang menghasilkan pendapatan, kemudian mengalir bercabang, sebagian mengalir kembali ke aset, sebagian lagi mengalir ke kotak pengeluaran. Jadi selalu pengeluran lebih rendah dari pemasukan. Sehingga ada sebagian pemasukan yang memperbesar aset. Inilah jawaban dari pertanyaan, kenapa seorang kaya biasanya bertambah semakin kaya, sedangkan orang miskin selalu bertambah miskin. Di kelompok ini Kiyosaki menyebut : uang yang bekerja untuk kita.

Jika kita amati kedua diagram diatas, ada dua hal yang menjadi kunci pokok perbedaan keduanya. Yang pertama adalah aset. Orang miskin tidak pernah terlintas dalam fikirannya untuk memiliki aset. Sedangkan orang kaya justru fokus utamanya adalah mengembangkan aset. Yang kedua adalah perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran. Orang miskin selalu membuat kotak pengeluaran sama besar atau terkadang malah lebih besar dari kotak pendapatan. Sedangkan orang kaya selalu berusaha menyisihkan sebagian pendapatan untuk mengembangkan aset.

Jadi, termasuk kelompok manakah anda ?

(Andana, Nov 2003)

Spirt dari Musashi

Selama usiaku yang telah berkepala tiga tidak ada satu novel yang begitu aku kagumi seperti cerita epik dari Jepang : Musashi karya Eiji Yoshikawa. Aku membaca pertama kali sekian belas tahun yang lalu ketika cerita itu masih menjadi cerita bersambung di harian Kompas. Waktu itu seorang kakak sepupuku yang memang doyan membaca mengklipping cerita bersambung Musashi dari harian tersebut dan menjilid sekedarnya. Entah kenapa, aku begitu terpukau membaca cerita itu, walau sebenarnya banyak hal membingungkan dan sulit aku mengerti sebagai anak usia belasan tahun yang baru duduk di bangku SMP. Kemudian aku baca lagi di perpustakaan sekolah waktu SMA, ketika itu Musashi sudah diterbitkan dalam bentuk buku menjadi beberapa jilid. Dan terakhir aku baca lagi setahun lalu ketika aku membelinya dalam versi satu jilid buku sangat tebal. Saat membaca terakhir inilah sebenarnya aku baru bisa memahami sepenuhnya keindahan novel yang konon kabarnya dicetak jauh lebih banyak dibanding jumlah penduduk Jepang sendiri.

Orang-orang Jepang meyakini Musashi ini bukan tokoh fiktif, ia hidup antara tahun 1584-1646. Musashi hingga saat ini dikenal sebagai maestro samurai, sedangkan Takuan yang merupakan guru spiritual Musashi adalah seorang pendeta besar Zen, dan juga seorang seniman ahli kaligrafi, pelukis dan ahli tentang upacara munum teh gaya Jepang.

Kisah ini menceritakan periode awal kehidupan musashi sampai dia berumur antara 28-29 tahun. Sesudah itu Musashi mengundurkan diri dari dunia ramai dan menuliskan buku yang banyak digandrungi orang amerika yaitu : Gorin No Sho atau Buku Tentang Lima Cincin. Buku itu sebenarnya uraian Musashi tentang permainan pedang, tetapi tersirat didalamnya sesungguhnya mencerminkan kunci pemahaman akan budaya manusia dan manajemen Jepang yang mengagumkan.

Bagian paling menarik, dan sampai saat ini tidak terlupakan adalah episode "Lahirnya Musashi". Ketika Takesho berganti nama menjadi Musashi. Musashi dikurung dalam menara berhantu selama 3 tahun oleh Takuan seorang guru Zen yang sangat termashur. Dari sinilah Musashi menemukan jati dirinya. Dia banyak mempelajari sejarah, filsafat dan spiritualitas. Hasil penggodokan selama 3 tahun ini menjadikan Musashi berhasil menemukan jati dirinya sebagai seorang samurai pengembara, menjalani kehidupannya di jalan pedang.

Konon spirit Musashi ini banyak menginspirasi orang-orang Jepang, orang-orang muda Jepang banyak mengidentikkan diri mereka sebagai musashi-musashi modern, sehingga pantas saja jika Jepang berhasil menjadi negara yang begitu luar biasa maju dan modern biarpun tanpa dukungan sumber daya alam yang memadai. Karena banyak diantara masyarakatnya merupakan maestro-maestro yang matang secara mental dan spiritual. (Andana, Jan 2004)